Hubungan Bilateral antara sesama memang cukup kompleks. Bukan hanya menyangkut masalah IpolEkSosBud-HanKam (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya dan Pertahanan Keamanan) tapi juga masalah internal dan eksternal masing-masing pribadi. Termasuk penampakan dan performance.
Kemampuan berpikir dan daya penerima masing-masing orang itu beragam. Ada yang melihat suatu masalah secara sederhana, tapi banyak yang melihat secara kompleks dan njelimet. Perselingkuhan bukan hanya terjadi dalam masalah percintaan tapi juga dalam masalah kehidupan sosial. Bukan hanya antara suami istri tapi juga antara teman, rekan sejawat bahkan sahabat sejati.
Semua ini, berefek samping pada polah pikir sepihak. Kesukaran mengambil sikap diri dan beradaptasi. Suami yang mencurigai istri berselingkuh dengan sahabatnya yang notabene adalah perempuan. Istri yang cemburu pada suami yang lebih suka keluar dengan kawan-kawan lelakinya. Kawan yang tidak bisa menerima kondisi di mana sahabatnya lebih suka curhat kepada orang lain daripada dirinya, ibu yang iri melihat anaknya lebih dekat dengan mertua, dsb dsb. Dasar dari munculnya istilah ini sebenarnya adalah “Kecemburuan Sosial” dan “Ketakutan akan Kehilangan”.
Malangnya, sifat manusia yang sebagai makhluk sosial itu yang memperparah fenomena “Perselingkuhan Terbatas” ini. Hubungan Bilateral, tidak lagi menjadi Bilateral jika menyangkut orang banyak. Karena jujur saja, tidak ada orang yang mempunyai hubungan hanya dengan satu orang. Pasti ada lebih dari satu orang. Manusia terlahir seperti laba-Laba raksasa yang selalu siap Merajut Benang Sutera yang menghubungkan dirinya dengan orang2 yang di kenal dan disayanginya.
Tau tidak bahwa sebuah garis lurus lebih mudah di pahami daripada sebuah segitiga?
loading...